Mungkinkah Awkarin Adalah Saya?

 
Saya memulai hari ini dengan nonton YouTube-nya Awkarin. *berfaedah sekali yah, Pu*

Sebagai manusia yang beberapa minggu lalu baru saja membersihkan foto di Instagram dan berencana menggunakan akun IG seperti di niat awal dulu bikin IG, postingan YouTube Awkarin ini jelas menarik perhatian saya.

Baiklah, ada banyak hal yang berlarian di kepala. Mulai dari, "Alhamdulillah, Awkarin mau bikin postingan yang lebih faedah. Setidaknya ini lebih sejalan dengan nilai yang saya anut ketimbang pakai topeng dan bra terus naik kuda di kebun pisang."

atau

"Mau bikin drama apalagi sih?"

atau

"Oh, dia terinspirasi sama Taylor Swift?"

atau

"Orang mau nyari duit gini amat..."

atau

"Etapi Awkarin ini pembuka rezeki ya buat rekan media yang segmen pasarnya cem Awkarin ini..."

atau

"Apakah Awkarin adalah saya?"

dan lain-lain.

***
Sesaat setelah melihat postingan Awkarin, saya jadi mikir memang sudah waktunya bagi saya untuk mengembalikan media sosial pada fungsi awalnya. Emang fungsi media sosial apaan? Hahaha....

Sebenarnya setiap media sosial yang dibuat ini sudah memiliki diferensiasi masing-masing. Jadi gampangnya gini deh, kita pengen menyampaikan sesuatu itu sudah ada tempatnya. Misal kalau mau nunjukkin pencapaian dan skill kinerja pakailah LinkedIn. Saya pikir itu lebih tepat sasaran daripada akun media yang lain.

Melihat diferensiasi setiap akun, sebenarnya ketika paham secara mendasar kenapa dulu membuat akun sosial media ini dan itu, seharusnya tidak menjadikan hal ini sebuah masalah. Masalah tentang media sosial ini terjadi ketika kita ehm...saya saja sih, sadar tujuan pembuatan akun tersebut tidak jelas. Sekedar ikut-ikutan mungkin. Bisa juga karena fitur akun-akun ini yang melebar ke mana-mana, akhirnya juga menjadikan ia sebagai alat yang membawa saya terlalu kemana-mana. Oh....kendali atas diri sendiri ini sulit sekali ya....

***
Belakangan ini, saya mulai ribet mengendalikan diri dengan media sosial yang saya punya satu per satu. Mulai dari IG yang ingin saya pakai untuk upload foto yang niat dalam proses pengambilan gambarnya (saya belum tahu kapan sih belajar fotografi lagi, belum merasa prioritas soalnya), mengurangi IG story (apalagi kalau ketemuan sama temen cuma habis buat IG story-an padahal ada banyak hal yang lebih menarik untuk dibincangkan atau dilakukan), cuma nyari barang buat dibeli kalau pas butuh banget beli (ini bikin kere deh kalau enggak diatur), lebih belajar mengendalikan diri untuk mencari hal faedah seperti rekomendasi buku untuk dibaca atau acara yang mungkin bisa saya ikuti di akhir pekan dan lain sebagainya.

Akun kedua yang saya babat adalah Twitter. Seorang teman pernah bilang bahwa, "Twitter itu seru, Pu..."
Saya:"Apanya yang seru kalau ujung-ujungnya malah lihat selebtwit perang antar manajemen. Buzzer-buzzer yang bikin saya selalu mikir keras, ini arah twitnya mau dibawa kemana. Enggak mau aku kalau emosi dipermainkan para buzzer ini seenak hati."

Saya jadi mikir, dulu bikin Twitter buat apa yak. Terus lupa. Kayaknya cuma gegara,"Ih, ada Twitter deh. Pengen coba."

Ujung-ujungnya yang bisa saya lakukan hanyalah filter akun yang di-follow. Kayaknya sih sekarang akun yang saya follow tinggal akun orang yang saya kenal (ini juga bisa jadi ada yang nggak sengaja kepencet unfollow), akun media internasional dan nasional. Sisanya, kalau ada thread bagus kayak buat belajar IELTS, budget duit atau video badut Oppo lomba lari yang bikin ngakak cukuplah di retweet dan dijadikan hiburan atau hal baik dari Twitter cukuplah diamalkan. Toh, ngamalin hal baik yang diperoleh di Twitter ternyata bukan perkara mudah.
 
Akun ketiga adalah WhatsApp, saya mulai mengurangi japri-japrian yang sifatnya hanyalah obrolan ngalor ngidul kecuali dengan orang rumah. Kalau mau ngobrol, mari kita ketemu langsung. Mengurangi WA story juga sih, yang ternyata berat banget. Grup yang saya baca pun biasanya grup yang anggotanya jarang aktif. Jadi biasanya sekali aktif, isinya penting. Okesip. Saya ingin mengembalikan fungsi WhatsApp untuk janjian atau ketemuan.

Akun keempat Telegram. Cuma buat nyimpen chat, komunikasi di kantor dan ngobrol sama Nisa.

Akun kelima YouTube, ini yang berat. Saya harus bisa bagi waktu kapan nonton YouTube. :(

Akun keenam Skype. Baiklah saya sudah lupa password-nya

Akun ketujuh, blog. Isinya nggak boleh curhatan mulu, Pu.

Akun kedelapan, email. Dipakai buat hal penting Pu....


Jika media sosial adalah alat, harusnya kamu tidak diperbudak Pu....

YHA. Bhaique

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Komunitas) Blogger Perempuan

2017: Sometimes I win, Sometimes I learn

Cantik atau Pintar?